1. Anatomi Otak dan Peredaran darah
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :
a. Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus sentralis.
b. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi olek karaco oksipitalis.
c. Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus oksipitalis.
d. Oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Disamping pembagian dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area. Secara umum korteks serebri dibagi menjadi 4 bagian :
a. Korteks Frontalis
Merupakan area motorik yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan volunter.
b. Korteks Parietalis
Mempunyai peranan utama pada kegiatan memproses dan mengintergrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya.
c. Lobus Temporalis
Merupakan area sensorik reseptif untuk impuls pendengaran. Korteks pendengaran primer berfungsi sebagai penerima suara. Korteks asosiasi pendengaran penting untuk memahami bahasa ucap, dan lesi daerah ini (terutama pada sisi dominan) dapat mengakibatkan penurunan hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa serta sulit mengulang kata-kata.
d. Lobus oksipitalis
Mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Salah satu ciri khas otak mengendalikan sensorik dan motorik yaitu bahwa setiap hemisfer otak terutama mengurus sisi tubuh kontra lateral. ( Prince, Sylvia Anderson, 1995 :922-923)
Gambar 1. Otak dilihat dari samping
2. Sirkulasi Peredaran Darah Otak
Otak memperoleh darah dari dua pembuluh darah besar : karotis atau sirkulasi anterior dan vertebra atau sirkulasi posterior. Masing-masing sistem terlepas dari arkus aorta sebagai pasangan pembuluh : karotis komunis kanan dan kiri dan vetebra kanan dan kiri. Masing-masing karotis membentuk bifurkasi untuk membentuk arteri karotis interna dan eksterna. Arteri vetebra berawal dari arteri subklavia. Vetebra bergabung membentuk arteri basiler, dan selanjutnya memecah untuk membentuk kedua arteri serebral posterior yang mensuplai permukaan otak inferior dan mediana juga bagaian lateral lobus oksipital.
Gambar 2. Potongan koronal otak
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan areti basilar dan karotis interna bersatu. Sirkulasi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans aterior, kedua arteri serebral posterior, dan kedua arteri komunikans arterior.
Gambar 3. Sirkulasi Willisi dilihat dari bawah otak.
Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer lain dan dari bagian anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. Namun bukanlah hal yang tidak, lazim untuk sebagian pembuluh di dalam Sirkulasi Willisi mengalami atropi atau bahkan abses. Hal ini bertanggung jawab terhadap perbedaan klinis diantara pasien dengan lesi yang sama. Misalnya suatu sumbatan pada arteri karotis pada individu dengan Sirkulasi Willisi pasien sempurna mungkin benar-benar asimptomatik, tetapi pada mereka dengan Sirkulasi Willisi inkonplit dapat menunjukkan infark serebral masif. ( Hudak & Gallo, 1996 : 254)
3. Fisiologi Otak
Sistem karotis terutama melayani hemisfer otak dan sistem vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama oleh 3 faktor. Dua yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri kapiler ke sistem vena dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).
Dari faktor pertama, yang penting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah dan lain-lain) dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50 – 150 mmHg.
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga diantaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam ( pH rendah ), menyebabkan vasodilatasi, sebaiknya bila tekanan parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokontriksi.
Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis dan aliran darah lambat, akibat ADO yang menurun. .( Harsono, 1996 : 82-83).
B. Konsep Dasar Stroke
1. Pengertian Stroke
Menurut WHO stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global ), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler. ( Harsono, 1996 : 81).
Stroke dapat didefinisikan sebagai defisit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari CVD. (Hudak & Gallo, 1996 : 254).
Stroke adalah gangguan mendadak pada pembuluh darah otak dengan akibat terdapatnya gejala neurologik fokal dan dapat diserta gejala neurologik umum, mempunyai pola gejala yang berhubungan dengan waktu ( Enday Sukandar dkk, 1992:743 ).
Stroke adalah awitan defisit neurologis yang berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral yang disebabkan oleh oklusi atau stenosis pembuluh darah karena embolisme, trombosis, atau hemoragi, yang mengakibatkan iskemia otak. ( Susan Martin dkk, 1998 : 485).
Stroke (penyakit serebrovaskuler) adalah kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak ( www.medicastore.com, Stroke, 02 Juli 2004 )
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stroke merupakan akibat kelainan / penyakit pada pembuluh darah otak yang menampakkan kondisi berupa gangguan, baik berupa fokal maupun terjadi secara mendadak.
2. Klasifikasi Stroke
Menurut MARSHALL ( Venusri latif ; 1996 : 743-744) Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Klinik (menurut stadium)
1) Transient Ischemic Attack /TIA (serangan iskemia otak selintas)
TIA adalah kelainan neorulogik fokal yang timbulnya mendadak dan kemudian menghilang lagi dengan cepat dalam waktu kurang dari 24 jam yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah di daerah tertentu di otak.
2) Stroke In Evolution (SIE)
Beberapa nama lain SIE adalah : Progressive Stroke, Ingravescent Stroke, Thrombosis in volution.
SIE adalah terjadinya defisit neurologik yang bertambah berat secara kuantitatif ataupun kualitatif secara bertahap selama jangka waktu tertentu.
3) Completed Stroke
Complete stroke adalah terjadinya defisit neurologik tiba-tiba dan dramatis dalam beberapa menit atau paling lama dalam 1 jam setelah omset.
b. Etiologi dan faktor risiko
1) Trombosis serebri
2) Emboli
3) Hemorragia intracerebral
4) Hemorragia extracerebral
c. Lokalisasi
1) Sistem karotis
2) Sistem vertebro basiler
d. Patologi Anatomi
1) Stroke iskemia dengan atau tanpa infark
2) Stroke Hemoragik
Di klinik, secara garis besarnya dibagi dua yakni stroke yang terjadi tanpa perdarahan yang disebut iskemik (non haemoragik ) dan kasusnya 60%-70% terjadi ketimbang stroke karena perdarahan atau yang disebut juga haemoragik. Efek keduanya menyebabkan otak tidak mendapat suplai darah yang cukup. (www.cyberwoman.id, Kalangan Muda Pun Rawan Kena Stroke, Mursyid,22 Mei 2004)
Menurut Harsono (1996 : 86) Stroke non Haemoragik / Stroke iskemik dapar dijumpai dalam bentuk klinis :
a) Serangan iskemia Sepintas/Transient Iscemik Attack ( TIA).
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c) Stroke progresif ( Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke ) = gejala klinis sudah menetap.
3. Etiologi Stroke non Haemoragik
Penyebab Stroke non Haemoragik menurut Harsono 1996 : adalah:
a. Trombosis Serebral
Penyebab paling sering trombosis ini adalah artherosclerosis, trombosis menyebabkan jaringan otak, edema dan congesti di area sekitar.
Gambar.4 Memperlihatkan penyumbatan pembuluh darah akibat
artherosclerosis.
b. Emboli Cerebral
Adanya penyumbatan pembuluh darah serebral misalnya oleh bekuan darah, lemak (ateroma) maupun udara.
Gambar. 5. Adanya penyumbatan Pembuluh darah akibat bekuan darah
c. Arteritis
Sebagai akibat dari arteritis temporalis, sefilis atau stadium penyebaran ke dalam darah, akibatnya ialah di ikuti dengan pembentukan trombus dan terjadi infark.
4. Faktor Risiko Stroke
Semua faktor penyebab yang menentukan timbulnya manifestasi stroke dikenal dengan sebagai faktor risiko stroke. Adapun faktor-faktor tersebut menurut urutan kepentingannya menurut Priguna Sidharta ( 1985 ; 268 ) adalah:
1) Umur, lebih tua lebih mungkin mengidap stroke
2) Hipertensi, merupakan faktor risiko baik untuk orang tua maupun dewasa muda.
3) Diabetes mellitus, orang-orang yang di obati dengan insulin lebih banyak mempunyai risiko dari pada mereka yang tidak menggunakan insulin.
4) Orang-orang yang mempunyai faktor keturunan untuk mengembangkan ateroma. Dalam kelompok ini tergolong orang-orang yang hiperlipidemia dan hiperurikasidemia.
5) Mereka yang mempunyai penyakit jantung.
6) Merokok
7) Obat anti hamil.
Menurut Mursyid ( www.cybercoman.cbn.net.id, Kalangan Muda Pun Rawan Kena Stroke, Mursyid, 28 Mei 2004) bahwa faktor risiko itu ada yang mayor maupun minor. Fakor risiko yang mayor
( dominan ) berkaitan dengan : pernah terkena stroke, hipertensi, sakit jantung, kencing manis, gangguan atau kelainan darah (polisetamia ;banyak sel-sel darah), serta adanya manifestasi aterosklerosis secara klinis. Sedangkan faktor minor sangat banyak diantaranya : hiperkolesterol, obesitas, pemakaian pil kontrasepsi, merokok, minum alkohol dan jarang berolahtaga.
Dari segi faktor risiko ini ada yang bisa diubah seperti hipertensi, obesitas, sakit jantung dan kolesterol tinggi. Sedangkan faktor yang tidak bisa diubah adalah faktor genetik (keturunan), usia, jenis kelamin (pria lebih berisiko) dan ras. Menurut sebuah penelitian di AS, ras Asia dan orang berkulit gelap lebih berisiko kena stroke.
5. Patofisiologi
Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus atau embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan selama satu menit dapat mengarah pada gajal-gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosisi mikroskopis neuron-neuron. Area nekrotik kemudian disebut infark.
Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia umum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia karena proses anemia atau kesukaran bernafas. Jika neuron hanya mengalami iskemik dan belum mengalami terjadi nekrosis masih ada peluang untuk menyelamatkannya (Hudak & Gallo, 1996 : 255).
Aterosklerosis dan arteriorsklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara : penyempitan lumen pembuluh darah dan mengakibtkan insufisiensi aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombus atau perdarahan aterom, terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli menyebabkan dinding pembuluh darah menjdai lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek, pecahnya pembuluh darah inilah yang menyebabkan terjadinya stroke ( Harsono ; 1996 : 87 ).
Suplai O2 dalam aliran darah
Trombus Sumbatan pembuluh darah otak Embolus
Hipoxia dan anoxia jaringan otak
Iskemi jaringan ( karena henti jantung/hipotensi)
Tekanan perfusi rendah
PO2 menurun
PCO2 meningkat
Penimbunan asam laktat
Merangsang pusat vasomotor
TD sistemik meningkat
Bradikardi
Pernafasan lambat
Gangguan kesadaran
Hemiparese/paralisis
Perubahan tingkat kesadaran
Infark jaringan
Permanen
6. Manifestasi Klinis
Mengenai stroke trombotik/ischmetik gangguan peredarah darah dapat berupa penuymbatan di salah satu arterio otak . penyumbatan ini mungkin berupa trombus atau emboli yang keduanya berakibat sama. Penderita didiagnosis klinis sebagai stroke trombotik atas dasar penyisihan sebab-sebab lain. Jika tanda-tanda perdarahan otak tidak jelas dan jika klinis ditemukan sumber emboli, maka penderita dianggap sebagai stroke trombotik.
Penderita dengan stroke trombotik, biasanya mempunyai wujud gambaran klinis yang karakteristik sebagai berikut :
a. Penderita sedang santai atau tidur, lalu ketika akan bangkit tiba-tiba merasa lemah atau tidak dapat berdiri kadang-kadang langsung jatuh.
b. Sering beberapa waktu sebelumnya merasa pegal-pegal, agak lemah atau kram-linu pada separo tubuh.
c. Disertai atau tanpa pusing tidak lazim adanya nyeri kepala yang hebat, mual, muntah, maupun panas.
d. Tidak ada riwayat trauma capitis baru.
e. Lebih sering mengenai orang-orang berusia 60 tahun atau lebih dengan satu atau lebih faktor risiko. Gejala-gejala tersebut diatas bisa perlahan-lahan bertambah berat ataupun sudah menetap. ( Bustan, 1997 :58)
Usaha mengenali tanda-tanda atau gejala stroke sangat penting untuk memastikan penderita mendapatkan perawatan lebih cepat dan tepat, sekaligus menghindari kefatalan.
Berikut ini beberapa gejala Stroke menurut (www.glorianet.org, Awas, Stroke Bisa Mengenai Siapa Saja, Wiryanto, 03 Juli 2004) :
a. Stroke sementara (sembuh dalam beberapa menit/jam)
1) Tiba-tiba sakit kepala
2) Pusing, bingung
3) Penglihatan kabur atau kehilangan ketajaman, ini bisa terjadi pada satu atau dua mata.
4) Kehilangan keseimbangan (limbung) lemah.
5) Rasa kebal atau kesemutan pada satu sisi tubuh.
b. Stroke ringan ( sembuh dalam beberapa minggu)
1) Beberapa atau semua gejala di atas.
2) Kelemahan atau kelumpuhan tangan/kaki.
3) Bicara tidak jelas.
c. Stroke berat ( sembuh atau mengalami perbaikan dalam beberapa bulan atau tahun. Tidak bisa sembuh total )
1) Semua/beberapa gejala stroke sementara dan ringan
2) Koma jangka pendek (kehilangan kesadaran ).
3) Kelemahan atau kelumpuhan tangan/kaki.
4) Bicara tidak jelas atau hilang kemampuan bicara.
5) Sukar menelan.
6) Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan feses.
7) Kehilangan daya ingat atau konsentrasi, perubahan perilaku, misalnya bicara tidak menentu, mudah marah, tingkah alku seperti anak kecil.
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit ( completed stroke). Stroke bisa menjadi tambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution ).
Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena :
a. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi.
b. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
c. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
d. Penglihatan ganda
e. Pusing
f. Bicara tidak jelas (rero).
g. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
h. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
i. Pergerakan yang tidak biasa
j. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
k. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
l. Pingsan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges (1999;292) beberapa cara yang digunakan dalam pemeriksaan diagnostik yaitu :
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.
2. CT Scan: memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark. catatan: mungkin tidak dengan segera menunjukan adanya perubahan tersebut.
3. Pungsi Lumbal: menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya hemoragik subaraknoid atau perdaraha intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI: menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arterivena (MAV).
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis (aliran darah/muncul plak), arteriosklerotik).
6. EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas; kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaraknoid.
8. Prognosis
Banyak penderita yang mengalamikesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya. Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan mental dan tidak mampu bergerak, berbicara atau makan secara normal.
Sekitar 50 % penderita yang mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Mereka bisa berpikir dengan jernih dan berjalan dengan dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau tungkai yang terkena agak terbatas. Sekitar 20 % penderita meninggal di rumah sakit. Yang bahaya adalah atroke yang disertai dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung. Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan menetap, meskipun beberapa mengalami perbaikan. ( www.medicastore.com.Stroke, 02 Juli 2004 ).
9. Penatalaksanaan
Menurut Harsono, 1996 : 91 penatalaksanaan Stroke non Haeroragik dibedakan pada fase akut dan fase pasca akut :
a. Fase Akut ( hari ke 0 – 14 sesudah enset penyakit )
Tujuan / sasaran : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses lainnya yang menyertai tak mengganggu / mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukuo, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal :
1) Respirasi : jalan nafas harus bersih dan longgar.
2) Jantung : harus berfungsi dengan baik, bila perlu pantau EKG.
3) Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, pantau jangan sampai menurunkan perfusi otak.
4) Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-lebih pada penderita dengan diabetes melitus lama.
5) Bila gawat atau koma, balans cairan, electrolit dan asam basa harus dipantau.
b. Fase Pasca akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan di titik beratkan pada tindakan rehabilitasi penderita dan pencegahan terulangnya kembali.
1) Rehabilitasi
Rehabilitasi intensif bisa membantu penderita untuk belajar mengatasi kelumpuhan/kecacatan karena kelainan fungsi sebagaian jaringan otak. Bagaian otak lainnya kadang bisa menggantikan fungsi sebelumnya dijalankan oleh bagaian otak yang mengalami kerusakan. Rehabilitasi segera dimulai setelah tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan penderita stabil. Dilakukan latihan untuk mempertahankan kekuatan otot, mencegah kontraksi otot dan luka karena penekanan ( akibat berbaring terlalu lama), fisioterafi, terafi wicara, terafi berjalan dan psikoterafi.
2) Terafi Preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru GDPO, dengan jalan antara lain : mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko.
Ada beberapa cara menghindari Stroke ala Dr. Mursyid dalam www.cyberwoman.cbn, Waspadai Gejala Stroke, Mursyid Bustami, 29 Mei 2004). Yaitu :
a) Perbaiki gaya hidup.
b) Hindari stress
c) Konsumsi makanan sehat, bergizi dan jauhi makanan berkolesterol tinggi.
d) Lakukan olahraga rutin dan teratur seperti jalan pagi, bersepeda dan aerobik.
e) Berpikir positif.
f) Jauhi rokok dan minuman beralkohol.
g) Cegah obesitas dengan diet sehat.
h) Jika memiliki faktor risiko, obati dan kendalikan faktor risiko itu. Jika kena DM atau hipertensi maka kendalikan kadar gula darah dan tekanan darah.
i) Jika ada keluarga kena stroke segera berobat ke dokter ahli (spesialis saraf), meski ringan sekalipun. Meski gejalanya cuma kesemutan sebelah tubuh, jangan pandang remah.
j) Bagi yang pernah menderita stroke, lanjutkan pemantauan dan pengobatan untuk mencegah stroke berulang. Karena gejalanya akan lebih berat.
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan ini terdiri dari 5 elemen atau tahapan yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Penggunaan proses keperawatan ini membantu dalam meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan setiap perawatan dapat membawa rencana yang telah dibuat sebelum menemui klien dengan proses keperawatan, perawat terus menerus melakukan pengkajian sampai dengan evaluasi.
Asuhan keperawatan pasien dengan Stroke non Haemoragik melalui pendekatan proses keperawatan meliputi :
1 Pengkajian
a Riwayat keperawatan dan kesehatan yang meliputi berbagai hal antara lain:
1) Identitas pasien meliputi : umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, status mental dan nomor registrasi RS.
2) Keluhan utama/alasan mencari pertolongan umumnya klien dengan keluhan penurunan kesadaran, penurunan fungsi motorik berupa kelumpuhan satu sisi atau kedua sisi tubuh serta nafas ngorok.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien Stroke non Haemoragik yang disebabkan oleh infark biasanya didapatkan pada permulaan serangan bersifat subakut, waktu kejadian biasanya pada saat klien bangun pagi tiba-tiba merasa lemah atau tidak dapat berdiri kadang-kadang langsung jatuh.. Tanpa adanya riwayat trauma capitis baru.
4) Riwayat penyakit dahulu
Ada kemungkinan pasien Stroke non Haemoragik mempunyai penyakit-penyakit yang mengganggu sistem peredaran darah seperti hipertensi, jantung atau pernah terserang sebelumnya. Penyakit vaskuler yang menyertainya seperti diabetes melitus. Dalam hal ini perlu ditanyakan bagaimana kebiasaan merokok/minuman keras, pola makan,istirahat, olahraga dan pola bekerja pasien.
5) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini, penyakit yang menyertai seperti penyakit vaskuler, apakah sembuh atau meninggal.
6) Riwayat aktivitas dalam kehidupan sehari-hari
Bagaimana pola dan kehidupan pasien memenuhi kebutuhan hidupnya baik sebelum dan sesudah sakitnya seperti eliminasi, nutrisi, istirahat, rekreasi, tidur, mobilisasi, personal hygiene dan aktivitas lain. Apakah hal ini berpengaruh terhadap diri pasien selama diberikan asuhan keperawatan.
7) Riwayat kebiasaan spiritual
Bagaimana pola dan kehidupan spiritual pasien yang mungkin dapat dijadikan sumber bantuan dalam penanganan masalah kesehatannya, apakah gangguan kesehatan tersebut mengganggu hubungan pola kehidupan religiusnya.
b Pengkajian fisik
Pengkajian fisik yang biasa digunakan adalah inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.Untuk pemeriksaan fisik yang lengkap dilakukan tes lima fungsi, yaitu :
1) Fungsi serebral
Dikaji keadaan umum klien apakah kesadaran penuh, confusion (kebingungan), delirium (mengigau). Obstundasi (tanggapan yang minimal terhadap stimulus), stupor (pingsan) ataukah koma (tidak ada tanggapan sama sekali terhadap stimulus). Dan kembangkan tingkat kesadaran dengan metode GCS (Glasgow Coma Scale).
TABEL I
TINGKAT KESADARAN
BERDASARKAN GLASGOW COMA SCALE
PARAMETER/ RESPON SKOR
Membuka mata ( E )
Membuka spontan
Membuka bila dipanggil / diperintah
Membuka bila ada tekanan pada jari diatas bantalan kuku proksimal.
Tidak membuka terhadap respon apapun.
4
3
2
1
Respon Verbal ( V )
Orientasi baik
Bingung, disorientasi
Susunan kata kacau, kata yang diucapkan tidak sesuai
Tidak dapat dimengerti, mengeluarkan suara tapi tidak ada kata-kata yang dapat dimengerti
Tidak ada ; rangsang nyeri negatif
5
4
3
2
1
Respon motorik ( M )
- Mematuhi perintah
- Dapat menentukan Lokasi nyeri
- Reaksi fleksi, menarik
- Fleksi abnormal terhadap nyeri ; lengan fleksi disiku dan pronasi tangan mengepal ( posisi dekortikasi )
- Ekstensi abnormal
- Tidak ada respon nyeri
6
5
4
3
2
1
2) Fungsi Nervus Cranialis
a) Nervus I (Olfaktorius)
Menentukan ada tidaknya fungsi penciuman
b) Nervus II (Optikus)
Menentukan ketajaman penglihatan dan lapang pandang
c) Nervus III, IV, VI ( Occulomotorius, Trochlearis, Abducens)
Mengontrol koordinasi dari fungsi-fungsi pergerakan mata, kontraksi pupil, kelopak mata.
d) Nervus V (Trigeminal)
Fungsi sensori semua otot-otot pengunyah, mukosa mulut, dan hidung serta kulit muka.
e) Nervus VII (Vasialis)
Mensarafi semua otot – otot wajah
f) Nervus VIII (Akustik)
Cochlear untuk fungsi pendengaran. Vestibular untuk vungsi keseimbangan
g) Nervus IX (Glassopharingeus)
Mensarafi otot-otot stylopahringeus untuk menelan, suplai sensasi kemembran mukosa pharink dan persepsi dari 1/3 dari lidah belakang.
h) Nervus X (Vagus)
Mensarafi organ-organ visceral, thorak dan abdominal, pergerakan ovula, palatum mole, mukosa pharink dan tonsil.
i) Nervus XI (Accecorius)
Mensarafi otot-otot stternoclerdomastoid dan bagian atas dari otot trapezius.
j) Nervus XII (Hypoglusus)
Bertanggung jawab terhadap pergerakan lidah dalam menelan dan bicara.
3) Fungsi motorik dan Cerebral
a) Postur
b) Tonus otot dan kekuatan otot
0 : Tidak ada kontraksi sama sekali
1 : Gerakan kontraksi yang sangat lemah
2 : Kemampuan untuk bergerak tetapi tidak kuat untuk menahan tekanan atau gravitasi
3 : Cukup untuk menahan gravitasi
4 : Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh\
5 : Normal
c) Keseimbangan dan koordinasi
4) Reflek
Reflek tendon dalam dapat ditimbulkan dengan ketukan palu secara cepat dan kuat pada tendon yang teregang sebagian. Impuls kemudian berjalan disepanjang serabut aferen menuju medulla spinalis kemudian bersinaps dengan neuron motorik atau neuron kornu anterior. Sesudah bersinaps impuls dihantarkan kebawah melalui neuron motorik menuju radik anterior, kemudian diteruskan melalui saraf spinal dan perifer, sesudah melalui batas neuromuscular,otot dirangsang untuk berkontraksi, inilah lengkung refleks yang paling sederhana.
Refleks tendon dalam yang sering diperiksa adalah refleks Bisep, trisep, brakhioradialis, patella dan Achilles. Refleks superficial diperiksa dengan menggores kulit dengan benda keras seperti ujung palu, refleks atau aplikator yang menyebabkan otot berkontraksi.
a) Refleks fisiologis
(1) Refleks tendon dalam
(a) Refleks bisep
(b) Refleks trisep
(c) Refleks patella
(2) Refleks superficial ( abdominal )
(a) Perut bagian atas
(b) Perut bagian tengah
(c) Perut bagian bawah
b) Refleks patologis
(1) Refleks babinski
Dengan sebuah benda yang berujung tajam, telapak kaki Digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari kaki. Positif apabila dorsofleksi dari ibu jari dan biasanya disertai dengan pemekaran jari-jari kaki.
(2) Repleks chaddok
Tanda babinski akan timbul dengan menggoreskan bagian bawah
(3) Refleks Openheim
Dengan mengurut tulang tibia dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah dari lutut menyusur ke bawah. Positif bila muncul tanda babinski.
(4) Refleks Gordon
Otot Gastrokneus/betis ditekan. Positif bila muncul tanda babinski.
TABEL II
TINGKAT KEKUATAN REFLEK
Tingkat Makna
+ 4 Sangat kuat, mencurigakan adanya penyakit pada upper motor neuron, sering disertai klonus (gerakan osilasi ritmik antara fleksi dan ekstensi)
+3 Lebih kuat dari normal, tetapi tidak harus menunjukkan suatu penyakit.
+2 Normal.
+1 Sedikit berkurang.
0 Tidak ada respon.
Sumber: ( Hudak & Gallo, 1996 : 165)
(5) Pengukuran tanda-tanda vital dan okuler
(a) Tanda meningkatnya TIK adalah tekanan darah meningkat, suhu tubuh meninggi, pernafasan dalam dan lambat.
(b) Tanda okuler adalah tampak pupil tidak sama dengan dan ukuran serta tidak ada refleks terhadap cahaya.
c Menurut Marylin E. Doengoes (1999 ; 290 - 292) dasar data pengkajian pasien meliputi :
1) Aktivitas/istirahat
a) Gejala
Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia) merasa mudah lelah, susah untuk istirahat (nyeri/kejang).
b) Tanda
Gangguan tonus otot (flaksid,spastik), paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
2) Sirkulasi
a) Gejala
Adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipertensi postural.
b) Tanda
Hipertensi arterial, sehubungan dengan adanya embolisme/malformasi vaskuler. Nadi: frekuensi dapat bervariasi, disritmia, perubahan EKG desiran pada karotis. Femoralis dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.
3) Integritas ego
a) Gejala
Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
b) Tanda
Emosi yang labil dan ketidak siapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
(a) Gejala
Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria, distensi abdomen, distensi kandung kemih berlebihan, bising usus negatif.
5) Makanan/cairan
a) Gejala
Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan sensasi, pada lidah, pipi, tenggorokan, dispagia. Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
b) Tanda
Kesulitan menelan, obesitas.
6) Neurosensori
a) Gejala
Sinkope/pusing, sakit kepala, kelemahan, kesemutan, kebas, penglihatan menurun seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian, penglihatan ganda. Sentuhan: hilangnya rangsang sensorik kontraletral pada ekstremitas dan kadang-kadang pada lesilateral pada wajah. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
a) Tanda
Status mental/tingkat kesadaran: biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragik; ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alami. Gangguan tingkah laku, gangguan fungsi kognitif. Ekstremitas melemah secara kontralateral. Pada wajah terjadi paralysis. Apasia: gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin apasia motorik, reseptif yaitu kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna, atau apasia global. Kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil, seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh. Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakkannya. Ukuran/reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil sisi lateral. Kekuatan nukal, kejang.
7) Nyeri/kenyaman
a) Gejala
Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda.
b) Tanda
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia.
8) Pernafasan
a) Gejala
Merokok.
b) Tanda
Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas. Timbulnya pernafasan sulit dan / atau tak teratur. Suara nafas terdengar ronkhi.
9) Keamanan
a) Gejala
Motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan. Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan eajah dengan baik. Gangguan berespon terhadap panas dan dingin. Kesulitan dalam menelan.
10) Interaksi sosial
a) Tanda
Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
11) Penyuluhan/pembelajaran.
a) Gejala
Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, kecanduan alkohol. Pertimbangan rencana pemulangan. menunjukkan rata-rata dirawat 3 – 7 hari.
2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Maryllin E Doengoes, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan stroke non haemoragik adalah sebagai berikut:
a. Perubahan perfusi jaringanh serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah; gangguan oklusif; vasopasme spasme; edema serebral.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular, kelemahan,; flaksid/paralysis hipotonik (awal); paralysis spastis.
c. Kerusakan komunikasi verbal dan/atau tertulis berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral.
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi, integrasi, stress psikologis.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan koordinasi; kerusakan perceptual; nyeri; dan depresi.
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
g. Risiko terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular/kerusakan.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan.
3 Perencanaan
Perencanaan perawatan didasarkan atas diagnosa keperawatan dan keabutuhan klien pada saat dilaksanakan pengkajian. Dimana rencana perawatan meliputi penetapan prioritas masalah, menentukan tujuan dan menetapkan kriteria hasil yang akan dicapai serta meneruskan rsi keperawatan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : PERUBAHAN PERFUSI JARINGAN SEREBRAL
Dapat dihubungkan : Interupsi aliran darah; vasopasme serebral. edema serebral.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Perubahan tingkat kesadaran; kehilangan memori. Perubahan dalam respons motorik /sensori; gelisah. Defisit sensori, bahasa, intelektual dan emosi.Perubahan tanda-tanda vital.
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/ membaik, fungsi kognitif dan motorik sensori.
Kriteria evluasi pasien : Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteorisasi/kekambuhan defisit.
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan / penyebab khusus selama koma / penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
Pantau / catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya / standar.
Pantau tanda-tanda vital , seperti catat;
Adanya hipertensi / hipotensi, bendingkan tekanan darah pada kedua lengan.
Frekuensi dan irama jantung; auskultasi adanya murmur.
Catat irama dan pola pernapasan, seperti periode apnea setelah pernapasan hiperventilasi, pernapasan cheynestoke.
Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
Kaji fungsi bicara jika klien sadar
Letakkan kepala dengan posisi tegak agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral).
Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan yang tenang; batasi pengunjung/aktivitas klien sesuai indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
Cegah terjadinya mengejan saat defekasi, dan pernapasan yang memaksa (batuk terus menerus.
Kaji rigiditas nukal, kedutan, kegelisahan yang meningkatkan peka rangsang dan serangan kejang.
Kolaborasi
Berikan oksigen sesuai indikasi
Berikan obat sesuai indikasi
Antikoagulasi, seperti natrium warfarin (Coumadin); heparin, antitrombosit (ASA); dipiridamol (persentine).
Antifibrolotik, seperti asam aminokaproid (Amicar)
Antihipertensi.
Vasodilatasi perifer, seperti siklandelat (Cyclospasmol); papaverin (Papabid/vasospan); isoksupresin (Vasodilan), Steroid, deksametason (Decadrone).
Fenitoin (dilantin),fenobarbital
Pelunak feses
Persiapan untuk pembedahan, endarterektomi, bypass mikrovaskuler, Pantau pemeriksaan laboraturium sesuai indikasi seperti masa protrombin, kadar dilantin.
Mempengaruhi penetapan intervensi.
Kerusakan / kemunduran tanda / gejala neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan/atau klien harus dipindahkan keruang perawatan kritis (ICU) untuk melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK.
Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan / resolusi kerusakan SSP Dapat menunjukkan TIA yang merupakan tanda terjadinya trombosis CVS baru.
Variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada daerah vasomotor otak.
Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus. Peningkatan TIK terjadi ( karena edema, adanya formasi bekuan darah ).
Perubahan irama terutama bradikardi dapat terjadi karena kerusakan otak.
Disritmia dan murmur mungkin dapat menggambarkan penyakit jantung yang jadi pencetus CSV (stroke setelah IM atau penyakit katup).
Napas tidak teratur memberikan gambaran lokasi kerusakan serebral / peningkatan TIK dan kebutuhan untuk intervensi selaanjutnya termasuk kemungkinan perlu dukungan terhadap pernapasan
Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial III dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara pernapasan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap refleks cahaya mengkombinasikan fungsi dari saraf kranial II dan III.
Perubahan isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi/derajat dari gangguan serebral dan mungkin mengindikasikan penurunan/ peningkatan TIK.
Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi /perfusi serebral.
Aktivitas / stimulus yang kuntinyu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke.
Manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya perdarahan.
Merupakan indikasi adanya iritasi meningeal. Kejang dapat mencerminkan adanya peningkatan TIK trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi selanjutnya.
Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi
Serebral dan tekanan meningkat/ terbentuknya edema.
Dapat digunakan untuk meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat embolus/trombus merupakan faktor masalahnya. Merupakan kontraindikasi pada klien dengan hipertensi sebagai akibat dari peningkatan risiko perdarahan.
Penggunaan dengan hati-hati dalam perdarahan untuk cegah lisis bekuann yang terbentuk dan perdarahan berulang yang serupa.
Hipertensi lama/kronis memerlukan penanganan yang berlebihan meningkatkan risiko terjadinya perluasan kerusakan jaringan. Hipertensi sementara seringkali terjadi selama fase stroke akut dan penanggulangannya seringkali tanpa intervensi terapeutik
Digunakan untuk memperbaiki sirkulasi kolateral atau menurunkan vasospasme menggunakannya kontroversial dalam mengendalikan edema serebral.
Dapat digunakan untuk mengontrol kejang dan/atau untuk aktivis sedative. Catatan: fenobarbital memperkuat kerja dari antiepilepsi.
Mencegah proses mengejan selama defekasi.
Mungkin bermanfaat untuk mengatasi situasi. Memberikan informasi tentang keefektifan pengobatan/kadar terapeutik.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN
Dapat dihubungkan dengan : Keterlibatan neuromuscular; kelema han, parestesia; flaksid,/paralysis hipotonik (awal) ; paralysis spastis.
Kerusakan perseptual / kognitif.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik; kerusakan koordinasi; keterbatasan rentang gerak; penurunan kekuatan / control otot.
Hasil yang diharapkan/ : Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdrop.
Kriteria evaluasi pasien : Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi
Mendemonstrasikan teknik/perilaku
yang memungkinkan melakukan aktivitas.
Mempertahankan integritas kulit.
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. Klasifikasikan dengan skala
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
Letakkan pada posisi telungkup satu / dua kali sehari jika klien dapat mentoleransinya.
Mulailah melakukan latihan rentang aktif dan pasif pada semua ekstrimitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan seperti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari dan kaki/telapak.
Sokong ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya, guanakan papan kaki (footboard) selama periode paralysis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
Gunakan penyangga lengan ketika posisi pasien berada dalam posisi tegak,sesuai indikasi
Evaluasi penggunaan dari / kebutuhan alat Bantu untuk pengaturan posisi dan / atau pembalut selama periode paralysis spastic.
Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Tinggikan tangan dan kepala
Tempatkan “handroll” keras pada telapak tangan dengan jari-jaridan ibu jari saling berhadapan.
Posisi lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
Susun tujuan dengan klien / orang terdekat untuk berpartisipasi dalam aktivitas/latihan dean mengubah posisi.
Anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstrimitas yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Kolaborasi
Berikan tempat tidur dengan matras bulat (seperti egg crate mattres), tempat tidur air, alat flotasi, atau tempat tidur khusus (seperti tempat tidur kinetic) sesuai indikasi.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
Berikan obat relaksan otot, antispasmodic sesuai indikasi, seperti baklofen, dantrolen.
Mengidentifikasi kekuatan /kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan terhadap intervensi,sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralysis spastic dengan flaksid
Menurunkan risiko terjadinya trauma / iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sirkulasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/dekubitus.
Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional; tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama mengenai kemampuan klien untuk bernapas.
Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan: stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus adanya perdarahan berulang..
Mencegah kontraktur / footdrop dan memfasilitasi kegunaan jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak paralysis spastic dapat mengarah pada deviasi kepala kesalah satu sisi.
Selama paralysis flaksid, penggunaannya dapat menurunkan risiko terjadinya subloksasio lengan dan “sindrom bahu-lengan”.
Kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor lebih kuat dibandingkan otot ekstensor.
Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya edema.
Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari, mempertahankan jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi anatomis).
Mempertahankan posisi fungsional.
Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan penyembuhannya lambat.
Meningkatkan harapan terhadap perkembangan / peningkatan dan memberikan perasaan kontrol/kemandirian.
Dapat berespon dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif untuk “menyatukan kembali”sebagai bagian dari tubuhnya sendiri.
Meningkatkan distribusi merata berat badan yang menurunkan tekanan pada tulang-tulang tertentu dan membantu untuk mencegah kerusakan kulit/terbentuknya dekubitus.
Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti / menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstrimitas yang terganggu.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : KOMUNIKASI, KERUSAKAN VERBAL, DAN/ATAU (TERTULIS)
Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan sirkulasi serebral; kerusakan neuromuskular, kehilangan tonus / kontrol otot fasial / oral; kelemahan / kelelahan umum.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Kerusakan artikulasi; tidak dapat bicara (disartria).
Ketidakmampuan untuk bicara, menemukan dan menyebutkan kata-kata, mengidentifikasi objek; ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang tertulis / ucapan.
Ketidakmampuan untuk menghasilkan komunikasi tertulis.
Hasil yang diharapkan /
Kriteria Evaluasi pasien : Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.
Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan.
Menggunakan sumber-sumber dengan tepat.
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji tipe/derajat disfunsi,seperti pasien tidak tampak memahami kata-kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri
Bedakan antara afasia dengan disartria
Perhatikan kesalahan dalam komunikaasi dan berikan umpan balik.
Mintalah klien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata”, “tunjuk kepintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
Tunjukkan objek dan minta klien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
Mintalah klien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “sh” atau “pus”.
Mintalah klien menulis nama/kalimat pendek, jika dapat menulis, mintalah klien untuk membaca kalimat yang pendek.
Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruang klien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus jika perlu.
Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis dipapan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
Antisipasi dan penuhi kebutuhan klien
Katakan secara langsung dengan klien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak”, selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respon klien.
Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat. Berikan pasien jarak waktu untuk berespon. Bicaralah tanpa tekanan terhadap sebuah respon.
Anjurkan pengunjung /orang terdekat mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan klien, seperti mambaca surat, diskusi tentang hal-hal yang terjadi pada keluarga.
Diskusikaan mengenai hal-hal yang dikenal klien, seperti pekerjaan, keluarga, dan hobbi (kesenangan).
Hargai kemampuan klien sebelum terjadi penyakit; hindari “pembicaraan yang merendahkan” pada klien atau membuat hal-hal yang menentang kebanggaan klien .
Kolaborasi
Konsultasi dengan / rujuk pada ahli terapi wicara.
Membantau menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa / seluruh tahap proses komunikasi. klien mungkin mempunyai kesulitan memahami kata yang diucapkan (afasia sensorik/kerusakan area wernick); mengucapkan kata dengan benar (afasia ekspresif/kerusakan area Broca) atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut
Interevensi yang dipilih tergantung pada kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik. Dan/atau komponen motorik,seperti ketidakmampuan untuk memahami tulisan / ucapan atau menulis kata,membuat tanda, berbicara.Seseorang dengan disartris dapat memahami ,membaca adan menulis tetapi mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan dengan kel;emahan dan paralysis dari otot-otot daerah oral.
klien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata.Umpan balik membantu klien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti / berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi isi / makna yang terkandung dalam ucapannya.
Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik).
Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia motorik), seperti klien mengenalinya tidak dapat menyebutkannya.
Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dan bicara (seperti lidah, gerakan bibir,kontrol napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik
Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia motorik dan afasia sensorik.
Menghilangkan ansietas klien berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa kebutuhan tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimalakan bermanfaat ketika klien tidak dapat menggunakan bel regular.
Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan / defisit yang mendasarinya.
Bermanfaat dalam menurunkan frustasi bila tergantung pada oranglain dan tidak dapat berkomunikasi secara berarti.
Menurunkan kebingungan / ansietas selama proses komunikasi dan berespon pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan untuk lebih mengembangkan komunikasi dan menstimulasi memori dan meningkatkan asosiasi ide/kata.
klien. tidak perlu merusak pendengaran,dan meninggikan suara , dapat menimbulkan marah klien / menyebabkan kepedihan. Memfokuskan respon dapat mengakibatkan frustasi dan mungkin menyebabkan klien terpaksa untuk bicara “otomatis”, seperti memutar balikkan kata, berbicara kasar/kotor.
Mengurangi isolasi sosial klien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif.
Meningkatkan percakapan yang bermakna dan memberikan kesempatan untuk keterampilan praktis.
Kemampuan klien untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan intelektual klien sering kali tetap baik.
Pengkajian secara individual kemampuan bicara, sensori dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan terapi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : PERUBAHANH PERSEPSI SENSORI
Dapat dihubungkan dengan : Perubahan persepsi sensori, transmisi, integrasi, stress psikologis.
Kemungkinan dibuktikan : Disorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang.
Perubahan dalam perilaku, konsentrasi buruk, perubahan dalam ketajaman sensori, ketidakmampuan dalam menyebutkan posisi bagian tubuh.
Perubahan pola komunikasi.
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan tingkat kesadaran, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual.
Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi terhadap defisit hasil.
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Lihat kembali proses patologis kondisi individual
Evaluasi adanya gangguan penglihatan. Dekati klien dari daerah penglihatan yang normal.
Ciptakan lingkungan yang sederhana,pindahkan perabot yang membahayakan ,kaji kesadaran sensorik.
Berikan stimulus terhadap rangsangan sentuhan.
Lindungi klien dari rasa panas yangberlebihan.
Catat tarhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh.
Hilangkan kebisingan eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan.
Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat pendek. Kesadaran akan daerah yang terkena membantu dalam mengantisipasi defisit spesifik dan perawatan.
Dapat berdampak negatif terhadap kemampuan klien untuk menerima lingkungan.
Pemberian pengenalan terhadap adanya orang dapat membantu masalah persepsi.
Membatasi jumlah stimulus penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan penurunan kesadaran sensorik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan .
Membantu melatih kembali jarak sensorik untuk mengintegrasikan persepsi.
Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadi trauma.
Menurunkan ansietas.
Dapat membantu klien dalam berkomunikasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : KURANG PERAWATAN DIRI
Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kooordinasi otot.
Kerusakan perceptual, nyeri, depresi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Kerusakan kemampuan dalam melakukan ADL.
Hasil yang diharapkan Mendemonstrasikan teknik gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup.
Melakukan aktivitas diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
Mengidentifikasi sumber pribadi memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan
Hindari melakukan sesuatu untuk klien yangb dapat dilakukan klien sendiri.
Sadari perilaku impulsif karena gangguan dalaam mengambil keputusan.
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilan.
Gunakan alat bantu pribadi
Kaji kemampuan klien dalam berkomunikasi tentang kebutuhannya.
Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya.
Kolaborasi
Berikan obat suppositoria dan pelunak feses
Membantu dalam mengantisipasi pemenuhan kebutuhan secara individual.
Menghindari rasa ketergantungan klien terhadap oranglain.
Dapat menunjukkan kebutuhan intervensi dan pengawasan tambahan.
Meningkatkan perasaan makna diri.
klien dapat menangani diri sendiri.
klien tidak dapat mengatakan kebutuhannya pada fase akut.
Mengkaji perkembangan program latihan
Mungkin dibutuhkan pada awal untuk membantu merangsang fungsi defekasi secara teratur.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : HARGA DIRI, GANGGUAN.
Dapat dihubungkan dengan : Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Perubahan aktual dalam struktur fungsi, perasaan negatif tentang tubuh, perasaan putus asa,tidak menyentuh pada bagian tubuh yang sakit.
Hasil yang diharapkan : Bicara dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi.
Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat gangguan.
Identifikasi arti dari kehilangan
Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Catat apakah klien menunjukkan daerah yang sakit
Tekankan keberhasilan yang kecil meskipun mengenai keberhasilan.
Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Kolaborasi
Rujuk pada evaluasi neuropsikogis. Penentuan faktor-faktor secara individual membantu dalam mengembangkan perencana asuhan.
Kadang-kadang klien menerima dan mengatasi gangguan fungsi secara teratur.
Membantu klien mulai memahami perasaan.
Menunjukkan penolakan terhadap bagian tubuh tertentu.
Membantu menurunkan rasa marah.
Membantu meningkatkan rasa harga diri.
Dapat beradaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk perasaan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : MENELAN, KERUSAKAN, RESIKO TERHADAP
Faktor resiko meliputi : Kerusakan neuromuskuler/ perseptual.
Kemungkinan dibuktikan oleh : -
Hasil yang diharapkan : Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi.
Mempertahankan berat badan yang diinginkan..
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Tinjau ulang patologis kemampuan menelan klien.
Tingkatkan kemampuan untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif.
Mempertahankan pemasukan dan haluaran dengan akurat, catat jumlah kalori yang masuk.
Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan.
Kolaborasi
Berikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang. Intervensi nutrisi makan ditentukan oleh faktor-faktor ini.
Meningkatkan pemasukan nutrisi.
Jika usaha menelan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan cairan dan makanan maka harus dicarikan metode alternative lain.
Dapat melepaskan pelepasan endorphin dalam otak yang meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : KURANG PENGETAHUAN TENTANG KONDISI DAN PENGOBATAN.
Dapat dihubungkan dengan : Kurang pemajanan.
Keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Meminta informasi.
Pernyataan kesalahan informasi.
Hasil yang diharapkan : Berpartisipasi dalam proses belajar.
Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan aturan terapeutik.
Mulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi tipe/derajat dari gangguan persepsi sensori.
Diskusikan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu.
Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Identifikasi faktor-faktor resiko secara individual.
Rujuk pada rencana pemulihan perawatan dirumah dengan mengunjungi perawat.
Identifikasi sumber-sumber yang ada dimasyarakat.
Rujuk perlunya evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi. Defisit mempengaruhi pilihan metode pengajaran.
Membantu dalam membangun harapan yang realitas.
Berbagai tingkat bantuan mungkin diperlukan berdasarkan kebutuhan individual.
Evaluasi dan intervensi dengan cepat menurunkan resiko terjadinya kehilangan fungsi berlanjut.
Lingkungan rumah mungkin memerlukan evaluasi dan modifikasi untuk memenuhi kebutuhan individu.
Meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan penanganan dirumah.
Kerja yang baik pada akhirnya diharapkan meminimalkan adanya gejala sisa penurunan neurologis.
4 Pelaksanaan
Pelaksanan keperawatan (implementasi) didasarkan atas rencana yang telah disusun, akan tetapi disesuaikan dengan situasi, kondisi maupun fasilitas yang tersedia
5 Evaluasi
Asuhan keperawatan dikatakan akan berhasil dengan baik apabila pada saat evaluasi tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan berhasil dengan baik. Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien stroke dengan menilai pencapaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar